Tempat berbagi ilmu, informasi dan hiburan...

BOOK REPORT Umrah dan Haji Perjalanan Religius karya Dr. Nurcholish Madjid



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar belakang
Buku Umrah dan Haji Perjalanan Religius karya Dr. Nurcholish Madjid ini merupakan hasil transkripsi dari ceramah-ceramah Dr. Nurcholish Madjid selama melakukan ibadah umrah di Tanah Suci yang diadakan Paramadina pada awal tahun 1996 M, bertepatan dengan bulan suci Ramadhan 1416 H.
Buku ini diterbitkan sebagai upaya pengenalan studi Islam diantaranya dalam memahami makna umrah dan haji lebih lanjut melalui pendekatan filosofis, empiris-sosiologis, dan spiritual. Pendekatan filosofis adalah suatu pendekatan terhadap Islam dengan mengandalkan nalar sehingga akan tampak sosok bangunan ajaran Islam yang memang rasional. Pendekatan empiris-sosiologis yaitu pendekatan yang memandang Islam yang termanifestasikan dalam dunia ril-empiris, berkaitan dengan masalah keseharian.
Kelebihan dari buku ini adalah penulis memaparkan secara lebih rinci mengenai tiap-tiap pembahasan yang terdapat dalam buku. Namun, terkadang ada beberapa pembahasan dalam tiap bab yang dirasa kurang memiliki kaitan dengan topik utama bab tersebut dan juga ada beberapa bahasan yang sulit dimengerti dan alur yang berputar-putar , sehingga pembaca perlu memahami secara lebih dalam dan menyimpulkan sendiri maksud dari bahasan tersebut.
Manfaat yang diperoleh dengan membaca buku ini yaitu kita mendapat pengetahuan lebih terhadap sejarah-sejarah masa lalu dan juga agar kita bisa merefleksikan terhadap diri kita sendiri bahwa umrah dan haji itu bukan hanya sekadar melakukan perjalanan ke Makkah-Madinah, tetapi lebih dari itu adalah bagaimana kita menghayati dan mengambil makna dari setiap perjalanan ibadah yang dilakukan selama melakukan umrah dan haji.
Bagi Cak Nur, ‘Umrah dan Haji bukan berupa ritual ibadah yang semata-mata hanya untuk menjalankan perintah dan memperoleh ridlo Allah swt. ‘Umrah dan haji adalah napak tilas perjalanan hamba-hamba Alloh yang suci. Memberi pelajaran bagi manusia. Menjadi tonggak penting dalam membangun peradaban umat manusia. Menurut penulis, dengan membaca buku ini, kita akan mendapatkan ‘mata baru’ dalam memandang umrah dan haji. Karena buah pikiran dari Pak Cak Nur ‘Sang Legenda Pemikiran Islam Indonesia’ sangat membumi. Analisanya sangat relevan dengan problematika masyarakat modern.
B.     Identitas Buku
Buku yang telah kami baca dan telaah ini berjudul Perjalanan Religius Umrah dan Haji, yang ditulis oleh Prof. Dr. Nurcholish Madjid yang merupakan seorang legenda pemikiran Islam Indonesia dengan pengantar Dr. Komaruddin Hidayat dan editor Muhammad Wahyuni Nafis. Buku ini pertama kali diterbitkan pada September tahun 1997, yang kemudian dicetak ulang kembali pada bulan Agustus 2000, dan Juli 2008 oleh Penerbit PARAMADINA bekerja sama dengan PT. DIAN RAKYAT. Tebal halaman buku ini adalah 118 halaman dengan ISBN 979-523-937-6.
Buku ini merupakan hasil transkripsi dari cermah-ceramah Cak Nur selama melakukan ibadah Umrah yang kemudian disunting disana-sini, disesuaikan dengan bahasa tulis. Namun demikian, alur dan gaya bahasa tetap dipertahankan, sehingga masih terasa sebagai bahasa lisan.
C.    Fokus Buku
1.      Apa dan mengapa umat Islam melaksanakan ‘umrah?
2.      Bagaimana sejarah penentuan kiblat pada zaman Rasulullah?
3.      Mengapa dalam umrah terdapat kegiatan ziarah ke makam Rasulullah?
4.      Bagaimana sejarah kota suci dan kesinambungannya antar agama?
5.      Bagaimana kita mengambil pelajaran dari perjalanan religius dan pengalaman pribadi?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Apa Dan Mengapa Umrah
Seiring dengan kemajuan di bidang ekonomi pada bangsa kita, dewasa ini semakin banyak saja umat Islam yang melakukan umrah. Dilihat dari segi bahasa, ‘umrah itu sendiri artinya meramaikan. Yaitu meramaikan tempat suci Makkah, yang di situ terletak Masjid Haram yang di dalamnya ada Ka’bah. Umrah dalam konteks ibadah tidak sekadar mempunyai arti meramaikan, melainkan lebih dari itu, yaitu kita dituntut agar bisa mengambil manfaat darinya (umrah).
Dalam Fiqh bahwa setiap umat Islam itu wajib melakukan ‘umrah satu kali seumur hidup. Demikian juga haji. Tetapi sebetulnya kalau orang sudah berhaji maka dengan sendirinya orang itu sudah ber’umrah. Sebab ‘umrah itu menjadi bagian dari haji. Sebaliknya, kalau orang hanya melakukan ‘umrah maka belum bisa orang itu disebut berhaji. Sebab, ‘umrah itu hanya dibatasi pada tempat suci yang paling utama saja, yaitu sekitar Ka’bah dan Shafa-Marwah-‘Arafah, Mina, Muzdalifah, dan sebagainya.
Baiklah, sekarang kita mungkin bertanya, untuk apa kita melakukan ‘umrah ini. Ketika melaksanakan umrah, kita akan mengunjungi tempat-tempat suci, tempat-tempat suci itulah yang akan dikunjungi dan dan diramaikan dalam ber’umrah. Karena itu, umrah jadi sangat penting. Sebab ia berarti napak tilas perjalanan orang-orang yang dikasihi Allah. Yaitu Nabi Ibrahim, istrinya, Hajar, serta putranya, Nabi Isma’il, dalam rangka menegakan agama Allah, agama Hanif, yang lurus. Napak tilas yang kita lakukan dimulai dengan pengakuan dosa, yang dilambangkan dengan pakaian ihram. Pakaian ihram itu putih-putih. Putih artinya tanpa warna, melambangkan bahwa kita tidak, mempunyai klaim mengaku baik (paling baik). Berkaitan juga dengan warna putih itu, adalah sikap rendah hati. Ajaran Islam tegas sekali menuntut agar manusia itu rendah-hati.
Karena itu, ketika kita memakai baju ihram, sebenernya kita sedang melepaskan atribut-atribut yang biasa menempel pada diri kita. Dengan pakaian ihram itu, kira-kira kita disuruh kembali kepada yang paling generic, paling universal (umum). Dan yang generik itu adalah selembar kain tanpa jahitan. Dari segi warna yang paling generik adalah warna putih. Dengan begitu kita semua menjadi sama.
Dengan demikian, kita harus menghayati pakaian ihram itu sebagai sarana melatih diri untuk semua yang telah dikatakan sebelumnya. Melatih diri untuk melepaskan seluruh klaim, dan kita membiarkan diri dinilai oleh Allah dengan setulus-tulusnya. Kemudian dalam melakukan haji dan umrah, selain ihram, kita juga harus melakukan thawaf. Thawaf itu merupakan suatu pernyataan secara fisik bahwa kita ini menyatu dengan alam. Sebab kita tahu bahwa seluruh alam raya ini adalah tunduk kepada Tuhan. Sebagai bagian dari alam kita juga dituntut tunduk kepada sang khalik. Dan dalam umrah ini sikap tunduk kita dimunculkan dalam bentuk thawaf, mengitari ka’bah yang merupakan baitullah. Demikian ajaran Islam menuntun makhluk mengakui kebesaran khaliknya.
Tentang Shafa dan Marwah, yang diantara dua tempat itu kita sa’i (lari-lari kecil) adalah untuk melakukan napak tilas pengalaman seorang manusia yang sangat berjasa di dalam menegakkan agama Allah yaitu Hajar istri Nabi Ibrahim. Peristiwa tersebut bisa melambangkan rasa kecintaan ibu terhadap anaknya.
B.     Bagaimana Sejarah Penentuan Kiblat Pada Zaman Rasulullah?
Di Madinah ada masjid yang dikenal sebagai masjid Qiblatayn (Dua Kiblat). Dulu sebetulnya masjid itu hanyalah rumah. Dan di rumah itulah Nabi pernah melakukan salat, pada waktu itu salah Zhuhr, yang menghadap kiblatnya ke dua arah : Masjid Haram (di Makkah) dan Masjid Aqsha (di Yerussalem). Dua rakaat pertama masih menghadap ke utara, ke Yerussalem, dua rakaat kedua menghadap ke Makkah, ke Masjid Haram. Nabi Muhammad melakukan itu karena Allah memerintahkannya demikian. Dan perintah Allah ini adalah sebagai jawaban atas doa Nabi yang memohon kepada Allah agar kiblat salat dipindah dari Masjid Aqsha ke Masjid Haram. Nah, dengan demikian, pindahnya kiblat ke Yerussalem ke Makkah itu antara lain karena doa Nabi tersebut. Jadi, seandainya Nabi tidak berdoa, mungkin sampai sekarang salat kita masih menghadap ke Yerussalem.
Tapi lalu kita harus mengerti, mengapa Nabi berdoa untuk pindah kiblat? Sebetulnya pada waktu beliau masih tinggal di Makkah, salatnya masih menghadap ke Yerussalem. Hanya saja dalam mendirikan salat selalu mengambil posisi di sebelah selatan Ka’bah. Dengan demikian, sekaligus menghadap keduanya,yaitu Ka’bah dan Yerussalem. Tetapi, setelah pindah hal itu tidak lagi bisa dilakukan. Sebab Makkah berada di selatan. Sedang Yerussalem berada di utara. Oleh karena itu dalam melaksanakan salat beliau terpaksa menyingkur Ka’bah. Hal tersebut rupanya sangat mengganggu perasaan beliau. Lalu beliau berdoa mudah-mudahan diizinkan oleh Allah untuk pindah kiblat. Dan ternyata diizinkan oleh Allah.
Lalu, mengapa Nabi lebih suka salat menghadap ke Makkah daripada ke Yerussalem? Padahal, baik Ka’bah maupun Yerussalem, situasinya waktu itu sama-sama tidak suci. Yerussalem dijadikan sebagai pelbak atau tempat pembuangan sampah dan Makkah juga menjadi pusat penyembahan berhala. Hal ini dikarenakan beberapa pertimbangan. Diantaranya adalah secara historis Makkah sebetulnya lebih tua daripada Yerussalem. Yerussalem itu baru dijadikan kota suci agama Tuhan setelah jatuh ke tangan Nabi Dawud. Itu terjadi kurang lebih 3000 tahun yang lalu. Tetapi Makkah, dengan Ka’bahnya yang awalnya dibuat oleh Nabi Adam a.s. dan kemudian dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail itu paling tidak disebutkan dalam Al-Quran bahwa Ka’bah sebagai rumah suci yang pertama yang didirikan untuk umat manusia.
Sesungguhnya rumah suci yang pertama didirikan untuk umat manusia adalah yang di lembah Bakkah itu sebagai rumah yang diberkahi Allah dan sebagai petunjuk bagi seluruh alam. (Q.S. Alu ‘Imran/3:96)
Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebutlah Nabi memohon kepada Allah untuk pindah kiblat ke Makkah dalam melaksanakan ibadah shalat.
C.    Mengapa Dalam Umrah Terdapat Kegiatan Ziarah Ke Makam Rasulullah?
Harus kita sadari, pembolehan ziarah kubur itu dari segi doktrin tidak selancar apa yang kita duga. Masih banyak kaum Muslimin yang tidak setuju. Tentunya kalau ziarah ke makam Rasulullah jelas dibolehkan. Tapi kalau ziarah ke kuburan orang lain jelas masih banyak yang tidak setuju. Bahkan keyakinan semacam itu termasuk anutan yang resmi dari Saudi Arabia, yaitu suatu pemahaman Islam menurut Madzhab Hanbali versi Ibn Taymiyah dalam tafsiran Muhammad ibn Abd al- Wahhab. Karena itu, makam Rasulullah dijaga oleh lascar atau hansip yang selalu siap untuk tidak menghardik, bahkan kadang-kadang sampai memukul orang yang kelihatan mau menyembah makam tersebut. Suatu hal yang aneh memang bahwa Nabi pada waktu masih hidup sering berwasiat agar kita tidak terlalu mudah untuk mengagungkan kuburan, tetapi barangkali kalau kita melihat di muka bumi sekarang, agama yang paling banyak memiliki kuburan besar, justru agama Islam, contoh yang paling mashur adalah Taj Mahal di India, yang sudah diakui dunia sebagai salah satu bangunan yang paling indah.
Islam itu agama yang begitu keras melarang para pengikutnya menunjukan kecenderungan menyembah sesuatu selain Allah. Namun dalam kenyataanya cukup ironis. Umat Islam sekarang ini masih banyak yang terpengaruh kehidupan mitologi yang penuh dengan tahayul. Mereka masih memuja dengan berbagai macam cara kuburan para wali, kiai, dan tempat yang dianggap suci dalam masyarakat Islam. Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan tuntunan Nabi yang dengan keras menjauhkan ajaran Islam dari hal-hal yang menjurus pada kesyirikan.
Ziarah yang saat ini kita lakukan (ziaran ke makam Rasulullah), janganlah diniatkan dengan semangat pemujaan, atau dengan semangat devotional, melainkan harus dengan semangat mewujudkan dalam bentuk aksi perintah Tuhan, yaitu supaya kita membaca shalawat kepada Rasulullah SAW. Dengan perintah dalam Al-Quran :
“ Sesungguhnya Allah itu bershalawat kepada Nabi begitu juga para Malaikat. Oleh karena itu, wahai orang-orang yang beriman bacalah shalawat (bershalawatlah) atas Nabi (Muhammad), dan berilah do’a keselamatan untuk memperoleh kesejahteraan (salam) dari Nabi (Qs. Al-Ahzab/ 33:56)
Bershalawat dan mendo’akan keselamatan kepada Nabi itu sebenarnya adalah cara ruhani, spirit way untuk berterimakasih kepada Nabi. Kita berterimakasih kepada Tokoh Agung itu. Sebab beliaulah yang membuat dunia ini seperti sekarang termasuk penyebarannya terhadap ilmu pengetahuan.
Kalau kita berada di Madinah, kita akan menyaksikan hansip selalu saja siap sedia memukul orang yang terlihat ingin memuja makam Nabi karena perbuatan itu tidak disyari’atkan oleh agama kita. Mengapa? Inilah salah satu kesuksesan agama Islam. Agama Islam itu begitu besar, dan begitu sukses untuk mencegah pemeluknya menyembah tokoh yang mendirikan Hampir semua agama terjatuh menyembah tokoh pendirinya. Hanya dua agama yang tidak menyembah tokoh yang mendirikannya, yaitu Islam dan Yahudi yang didirikan oleh Nabi Musa. Pelarangan menyembah pada tokoh itu dalam Islam sangat keras, karena Nabi Muhammad itu seorang yang biasa, jadi kita boleh memitoskan Muhammad lebih dari semestinya.
Semua bangunan kuburan yang menunjukan gejala akan disembah oleh masyarakat muslim pada saat itu dihancurkan menjadi rata dengan tanah oleh orang-orang Wahabi. Namun tidak dengan makam Rasulullah karena sebetulnya ketika orang-orang Wahabi hendak menghancurkannya, Turki sesumbar dan mengancam keras bila orang wahabi menghancurkannya, Arabia akan diserbu habis-habisan. Wahabi pun mundur dan tidak jadi menghancurkannya. Namun makan Nabi tersebut dijaga ketat dan siap mencegah dan bahkan memukul siapa-siapa yang mencoba untuk menyembahnya.
Banyak yang menganggap Islam sebagai agama kuburan. Yang paling mencolok misalnya pada waktu menjelang puasa dan lebaran, agama Islam menjadi agama kuburan. Karena itu pula kita menyaksikan Tanah Kusir itu sangat ramai dan jalanan macet saat lebaran, karena banyak yang mengunjungi, berdoa dan lain-lain di kuburan.
Jadi kita datang ke Madinah dan nanti juga ke Mekkah untuk mengucapkan terimakasih dengan ucapan shalawat, berterimakasih kepada tokoh agung itu, yaitu nabi kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membuat umat manusia hidup layak dan enak. Bahkan yang lebih penting lagi adalah hidup kita ini jadi benar secara manusiawi.
D.    Bagaimana Sejarah Kota Suci Dan Kesinambungannya Antar Agama?
Pengetahuan mengenai tanah-tanah suci perlu kita kembangkan supaya kita lebih menghayati kehadiran kita ketika berada (di lembah) Makkah dan atau Madinah. Lembah Makkah dalam Al-Quran disebut dalam berbagai istilah. Ada istilah al-Balad al-Amin (kota yang aman;negeri yang aman; negeri yang terlindung). Istilah itu kita temukan dalam rangkaian firman Allah dalam surat at-Tin : “Demi pohon tin dan pohon zaitun serta bukit Sinai dari negeri yang sangat aman ini, yaitu Makkah.” Istilah lainnya untuk Makkah adalah Bakkah yang juga dipakai dalam Bibel, Umm-u’l-Qura yang berarti metropolitan (ibu kota). Ka’bah itu terletak di nadir atau di titik paling rendah dari cekungan bukit-bukit di sekelilingnya. Jadi, bila diandaikan dengan sebuah periuk, titik paling rendahnya itu adalah Ka’bah. Nah, daerah yang terkenal di cekungan itu mempunyai banyak arti karena di situ zamzam. Jadi yang membuat daerah itu menjadi kota sebenarnya adalah karena Zamzam.
Dengan demikian ada beberapa istilah untuk Ka’bah. Secara etimologis Ka’bah itu artinya kudus, cognate (kata padanan) “cubic” dalam bahasa Inggris. Ka’bah itu disebut Ka’bah karena bentuknya kubus. Kita tahu bahwa Ka’bah diyakini sebagai pusat spiritual. Karena itu, ia dijadikan qiblat orang-orang yang shalat. Dalam al-Quran Allah berfirman dalam bentuk tantangan (sumpah) :
“Demi pohon tin, zaytun, dan Bukit Thursina. Demi al-Balad al-Amin (negeri yang aman) ini. (Q.s. al-Tin/95:1-3)
            Sumpah Tuhan ini oleh para mufassir (ahli tafsir) dinilai sebagai penegasan tentang rangkaian kesatuan dari agama-agama yang dilambangkan dengan tanah-tanah sucinya. Pohon tin misalnya, adalah merujuk pada negeri Palestina. Sebab di Palestina itu banyak sekali pohon tin, yang banyak sekali dibangkitkan para nabi termasuk, Nabi Ibrahim-meskipun Nabi Ibrahim itu pindahan dari Babilonia (kalau sekarang Irak).
            Sedangkan pohon zaytun merupakan pohon yang sangat aneh karena bisa berumur ribuan tahun dan masih terus bisa berbuah. Pohon ini tumbuh di daerah-daerah Mediteranian, yaitu daerah-daerah laut tengah sejak dari Itali kemudian ke timur ke Yunani, belok ke selatan ke Siria dan sampai ke Mesir. Tapi ada juga yang mengatakan “wa ‘l-zaytun-I” dalam sumpah Allah itu menunjuk pada Bukit Zaytun yang ada di Yerussalem. Dari atas bukit inilah dulu Nabi Isa a.s. pernah berpidato yang isinya dianggap sangat penting. Karena itu dalam teologi Kristen dan pengertian bahwa apa yang dipidatokan dari atas Bukit Zaytun itu adalah intisari ajaran Kristen.
            Lalu wathurisinin-a adalah Bukit Sinai, yaitu bukit yang di situ dulu Nabi Musa a.s. pernah menerima The Ten Commandements (perintah yang sepuluh) yang merupakan inti dari ajaran kitab Tawrat.  Kata tawrat artinya hukum, yang oleh al-Quran sering sekali disebut sebagai hudan (petunjuk) dan rahmat bagi manusia. Dan orang-orang di Barat berkeyakinan bahwa peradaban di Barat itu adalah peradaban Judeo-Kristiani (Yahudi-Kristen). Naskah itu dituliskan pada lempengan batu dan diletakkan dalam sebuah kotak yang bernama Tabut. Tabut itu dijadikan kiblat oleh orang-orang Yahudi (Bani Israil).
E.     Bagaimana Kita Mengambil Pelajaran Dari Perjalanan Religius Dan Pengalaman Pribadi?
Di dalam pengalaman pribadi kita sering menemukan hal-hal yang sering kita istilahkan sebagai the meaning of life atau the purpose of life, dan masalah ketentraman batin. Karena itu, benar anggapan bahwa semua pengalaman pribadi itu otentik untuk bersangkutan. Artinya meskipun kita bisa menarik pelajaran dari pengalaman-pengalaman pribadi orang lain, kita tidak bisa meminta atau berbagi untuk memiliki pengalaman-pengalaman tersebut.
Mengenai pengalaman pribadi lewat mimpi, kita bisa belajar dari surat Yusuf dalam Al_Qur’an. Dalam surat Yusuf ini ada mimpi yang diindikasikan sebagai “mimpi kosong” yang dalam bahasa kita sering disebut “bunganya tidur”. Karena itu bila dalam tidur kita bermimpi, kita harus benar-benar memperhatikan mimpi tersebut, jangan-jangan itu hanya usaha setan untuk mempengaruhi kita. Memang untuk orang-orang tertentu, seperti para Nabi dan Rasul, karena mereka terlindungi dari kesalahan setiap bermimpi berarti benar (al-ru’ya ‘I-shadiqah), bahkan harus ditafsirkan sesuai jalannya mimpi tersebut,. Artinya kalau dalam mimpi itu menerima perintah, harus ditafsirkan sebagai perintah Allah SWT.
Contoh yang paling dramatis yaitu mimpinya Nabi Ibrahim as. Yang dalam mimpinya itu Ibrahim diperintah Allah untuk menyembelih putranya, Ismail. Kisah yang penuh nasihat dan teladan ini disajikan dengan begitu mengharukan dalam Al-Qur’an surat ke-37 ayat 102. Kisah inilah yang kemudian menghasilkan suatu ritus napak-tilas dan commemorative, artinya memperingati peristiwa masa lalu, yaitu dalam bentuk ibadah haji. Jadi, haji itu merupakan ritus napak-tilas masa lalu yang menyangkut Nabi Ibrahim, putranya Ismail, dan istrinya Hajar.
Jadi memang ada kemungkinan mimpi itu benar dan bisa jadi kenyataan. Rasulullah SAW sendiri pernah berpesan, “ setiap kamu itu mempunyai isyarat-isyarat. Tangkaplah semaksimal mungkin isyarat-isyarat itu. Dan setiap kamu juga mempunyai nihayah (penghabisan, the end). “ Karena itu, bisa saja seseorang itu bermimpi mengenai sesuatu yang berkenaan dengan tanda-tanda nihayah-nya, yang menyadarkan bahwa kematian sudah dekat. Tentunya hal ini seizing Allah, untuk menunjukan kebesaran dan kemurahanNya. Tinggal kita, bisakan menangkap isyarat-isyarat mimpi tersebut dan memanfaatkannya sebagai langkah intropeksi sehingga bisa mengisi sisa hidup dengan amal sholeh. Namun demikian tidak ada satupun dari umat manusia yang mengetahui kapan dia akan mati, Nabi Muhammad sendiri pun tidak tahu kapan beliau wafat. Namun ada isyarat-isyarat ketika Nabi hendak meninggal. Salah satu isyarat Nabi tersebut salah satunya ketika Rasululah menerima ayat (QS. Al-Maidah/ 5;3)
Makkah adalah pusat spritiual. karena Mekkah itu akan tercipta susasana memberikan disposisi kepada kita secara optimal untuk mendapatkan pengalaman-pengalaman “teofanik” yang juga bisa disebut kasyf atau penyikapan tabir. Karena itu di Makkah penghayatan kita bisa lebih intensif, lebih kental, sehingga kemungkinan mendapatkan pengalaman metafisis lebih besar.
Sebagai contoh pengalaman teofanik atau metafisik sederhana berikut ini adalah cerita menarik yang bisa kita renungkan. Suatu ketika ada seorang yang hendak masuk Masjid Haram untuk melakukan itikaf. Karena itikafnya ingin agak lama, maka ia membawa bekal air, persiapan kalau ia kehausan. Baru sampai pintu masjid, ada orang yang minta bakal airnya. Lalu dikasihlah air yang disiapkan sebagai bekal itu. Ternyata tidak hanya orang tersebut yang minta air, teman-temannya yang lain juga sama sehingga airnya habis. Mengetahui airnya habis orang tersebut ikhlas dan tawakal kepada Allah swt. Pada waktu itikaf, ternyata benar dugaan ia semula, bahwa ia merasa benar-benar haus. Tapi anehnya kemudian, pada saat ia merasa kehausan, tiba-tiba, tanpa disangka-sangka, ada orang yang memberi air sebotol penuh. Orang yang memberi air sebotol itu sama sekali tidak dikenal. Nah, mungkin semacam inilah pengalaman teofanik itu.
Secara ekstrem pengalaman spiritual itu bisa dinamakan penyikapan tabir kehadiran Allah, meskipun tidak sepenuhnya seprti itu. Sebab, sebenarnya yang bisa kita alami adalah sebatas penyikapan tabir tanda-tanda kebenaran Allah swt.
Sebenarnya setiap orang mempunyai potensi mengalami pengalamn-pengalaman seperti itu. Kalau pengalaman itu terjadi dan merupakan momentum yang biasa disebut decisive moment, maka itu bisa termasuk salah satu konsep mengenai laylat-u ‘l-qadr’. Dengan tegas al-Qur’an menyatakan tidak seorang pun mengetahui apa yang akan dikerjakannya, meramal itu dalam konteks mendahului kehadak Allah swt, hukumnya tidak diperbolehkan. Kita hanya bisa memperkitakan suatu yang belum terjadi, kemudian kita bisa mengantisipasinya. Salah satu bukti bahwa kemampuan kita sangat terbatas dalam memperkirakan sesuatu adalah seringnya perkiraan cuaca itu meleset. Nabi juga tidak membenarkan orang yang meramal, tapi yang dibolehkan adalah membuat kalkulasi berdasarkan data-data yang ada. Tentunya untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan yang akan kita hadapi sehingga kita bisa membuat antisipasinya.
Jelasnya kita ini tidak boleh mendahului kehendak Tuhan. Karena itu kalau kita mempunyai niat melakukan sesuatu atau mengadakan janji hendaknya mengucapkan “InsyaAllah” Kalau Allah menghendaki. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an.
“Dan janganlah sekali-kali kamu menggatakan terhadap sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali dengan mengucap Insya Alah” (Qs. Al-Kahfi/ 18: 23-24)
Untuk mendapatkan pengalaman-pengalaman pribadi ini, kita memerlukan predisposition (kecenderungan) yang begitu tinggi. Dan karena Mekkah ini adalah pusat spiritual, maka apa yang dilakukan oleh kita di Mekkah, bisa mendapatkan reaksi spontan dari alam gaib. Jadi kalau kita bisa memanfaatkannya akan menjadi lebih intensif.
Kesimpulan :
·         Umrah dan haji bukan semata-mata hanya untuk melaksanakan perintah Allah dan meramaikan Makkah dan Madinah. Melainkan lebih dari itu, umrah dan haji dilakukan sebagai napak tilas perjalanan para Nabi jaman dulu di tempat-tempat yang suci dan juga memberi pelajaran bagi manusia. Oleh karena itu, umrah dikategorikan jenis ibadah yang paling sempurna.
·          Pada zaman dahulu, Rasulullah SAW pernah melakukan shalat 2 arah yaitu ke Masjid Haram (di Makkah) dan Masjid Aqsha (di Yerussalem). Namun, kemudian berdasarkan permintaan Nabi yang disertai beberapa pertimbangan diantaranya karena Makkah adalah kota suci pertama dan juga atas ijin dari Allah SWT akhirnya diputuskan bahwa kiblat saat ini adalah mengarah ke Makkah.
·         Nabi pada waktu masih hidup sering berwasiat agar kita tidak terlalu mudah untuk mengagungkan kuburan. Oleh karena itu ziarah ke makam Rasulullah, janganlah diniatkan dengan semangat pemujaan, atau dengan semangat devotional, melainkan dengan membaca shalawat kepada Rasulullah SAW sebagai ucapan terima kasih yang telah membuat hidup manusia lebih enak.
·         Firman Allah dalam Q.s. al-Tin ayat 1-3 oleh para mufassir (ahli tafsir) dinilai sebagai penegasan tentang rangkaian kesatuan dari agama-agama yang dilambangkan dengan tanah-tanah sucinya. Kota-kota suci yang dimaksud diantaranya adalah Makkah, Madinah, Yerussalem, dan daerah-daerah Mediteranian.
·         Setiap orang memiliki pengalaman pribadinya masing-masing. Makkah adalah pusat spritiual. Selama melaksanakan Ibadah di sana, seseorang bisa mendapatkan pengalaman-pengalaman “teofanik” atau penyikapan tabir. Karena itu di Makkah penghayatan kita bisa lebih intensif, lebih kental, sehingga kemungkinan mendapatkan pengalaman metafisis lebih besar.


BAB III
ANALISIS

A.    Apa Dan Mengapa Umrah
Ibadah haji merupakan sebuah ibadah dari berbagai macam ibadah
B.     Bagaimana Sejarah Penentuan Kiblat Pada Zaman Rasulullah?
Saya setuju dengan penulis yang menyatakan bahwa pada zaman dahulu, Nabi pernah melakukan perpindahan kiblat dalam melaksanakan shalat dari Yerussalem ke Ka’bah. Dimana, perpindahan tersebut berdasarkan permintaan Nabi yang ingin pindah kiblat ke Ka’bah karena secara historis Ka’bah merupakan rumah suci pertama yang didirikan untuk umat manusia. Hal ini berasal dari beberapa keterangan, diantaranya adalah dalam sebuah tulisan di blog yang dimiliki oleh Adi Supriadi. Dalam tulisan tersebut juga dikatakan bahwa adanya perubahan kiblat dari Yerussalem ke Makkah. Ini juga diperkuat dengan salah satu ayat dalam Al-Quran yang artinya :
Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata: “Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitulmakdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?” Katakanlah: “Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. (Al-Baqarah 2:142)
Dan juga ayat al-Quran sebagai berikut :
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia (Albaqaroh 2 : 143)
Dari kedua ayat tersebut, dapat kita pahami bahwa perpindahan kiblat itu memiliki makna yang jauh lebih banyak. Perubahan kiblat itu merupakan perintah dari Allah sebagai penyempurnaan agama yang terakhir bagi umat manusia dan menyatakan Ka’bah di Makkah sebagai pusat dunia serta agamanya.
Selain itu, dalam salah satu tulisan di blog karya Agung Yuli Dirgantoro mahasiswa UNIKOM, dalam paparannya dikatakan bahwa ada beberapa penelitian ilmiah yang telah dilakukan di dunia yang menyatakan bahwa Makkah itu merupakan pusat dari bumi dan langit. Hal ini bisa menjadi salah satu bukti bahwa kota Makkah memang tempat yang dimuliakan dan  patut menjadi kiblat kita dalam melaksanakan ibadah shalat. 
C.    Mengapa Dalam Umrah Terdapat Kegiatan Ziarah Ke Makam Rasulullah?
Menurut pemaparan dalam buku Umrah dan Haji, saya setuju tentang ziarah kubur ke makam Rasulullah jika memang maksud dari kedatangannya adalah untuk mengingatkan akan perjuangannya, sebagai mediator untuk mengingatkan kita akan kematian dan mendoakan untuk keselamatan Rasulullah. Namun dalam konteks lain seperti dalam suatu kutipan di salah satu situs blog (https://sites.google.com/site/belajaruntukbodoh/ziarah-kubur-rasul-muhammad-saw-amalan-ibadah-yang-dinilai-bid-ah) bahwasannya ziarah kubur ke makam Rasulullah bisa sebagai perantara untuk mendoakan dan menghadiahkan pahala kepada ahli kubur yang lain, yang kita sayangi agar do’a tersebut mudah dikabulkan olah Allah itu tidak bisa dibenarkan, karena berdo’a itu sifatnya vertikal kepada Allah, dan Allah tidak perlu perantara untuk mendengarkan do’a kaumnya.
Keterangan yang di sebutkan didalam kitab Al-Adzkar karangan Imam al-Hafidz Muhyiddin Abi Zakariyya Yahya Bin Syarif Nawawi atau yang lebih di kenal dengan Imam Nawawi mengatakan bahwa “selayaknya bagi ummat Muslim, disetiap mereka menunaikan Haji hendaklah kita pun menyempatkan ziarah ke makam Nabi saw. Namun, harus diingat niat kita berziarah bukan untuk meminta, melainkan untuk mengambil pelajaran bahwa suatu saat kita pun akan mati.
Rasulullah saw. bersabda, “Berziarahlah ke kubur, karena ia akan mengingatkanmu pada akhirat (kematian).” (H.R. Muslim).
Kesalahan yang banyak dilakukan umat Islam saat berziarah ke makan Nabi saw. yaitu megajukan permohonan dan mengadukan permasalahan. Jelas ini perbuatan yang tidak dicontohkan Rasulullah saw.
Sesunggunya ziarah ke makam Rasulullah saw. bukan merupakan rangkaian ibadah haji. Artinya, haji seseorang dinilai sah apabila bisa melaksanakan seluruh rangkaian ibadah haji seperti ihram, mabit di Mina, wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, tawaf ifadah, sa’i, dan tahallul, walaupun tidak disertai dengan ziarah.
Namun sayang kalau kita sudah berada di Mekah tetapi tidak menyempatkan diri datang ke Masjid Nabawi. Karena itu, hampir semua jemaah haji menyempatkan diri berangkat ke Madinah untuk shalat di Masjid Nabawi. (http://www.percikaniman.org/category/tanya-jawab-islam/ziarah-ke-makam-rasulullah-saw-sewaktu-haji)
D.    Bagaimana Sejarah Kota Suci Dan Kesinambungannya Antar Agama?
            Dalam buku ini, penulis mengatakan bahwa ada beberapa kota suci di dunia ini yang juga memiliki arti kesinambungan antara umat beragama. Diantaranya adalah Yerussalem, Makkah, Madinah, dan beberapa daerah Mediteranian. Kota-kota itu dijadikan kota-kota suci bagi beberapa umat beragama yang disebabkan oleh latar belakang kejadian di kota tersebut. bahkan, Yerussalem menjadi kota suci bagi 3 umat agama, yaitu Islam, Kristen, dan Yahudi. Hal ini berasal dari beberapa keterangan yang saya dapatkan. Diantaranya adalah dari sebuah tulisan dalam stmulk.blogspot.com yang berisi mengenai Yerussalem menjadi kota suci bagi 3 umat agama. Hal tersebut disebabkan peristiwa masa lalu, dimana Nabi Ibrahim yang pernah melaksanakan pengorbanan atas anaknya, Ismail, Nabi Daud pernah menetapkan Yerussalem sebagai ibu kota pada masanya, dan Nabi Isa yang pernah berpidato di atas Bukit Zaytun di Yerussalem. Hal inilah yang menjadikan kota Yerussalem dianggap sebagai kota suci bagi 3 umat agama tersebut.
            Makkah dan Madinah jelas menjadi kota suci bagi umat Islam. Karena disitulah banyak peristiwa-peristiwa keislaman yang terjadi. Masjid pertama yang didirikan berada di Makkah seperti yang termaktub dalam Al-Quran bahwa Makkah menjadi kota suci pertama yang di dalamnya terdapat masjid pertama yang dibangun, yaitu Masjidil Haram. Begitu pula Madinah yang menjadi sejarah hijrahnya Nabi Muhammad saat itu, menjadi pusat dakwah, dan pengajaran Islam saat itu sehingga dijadikan kota suci umat Islam kedua. Hal ini juga termuat dalam tulisan di blog niganku.wordpress.com yang menyebutkan bahwa ada 9 kota suci di dunia, secara berurutan diantaranya adalah Makkah, Madinah, Yerussalem, Vatican, Betlehem Israel, (Benares) India, Lopburi-Nepal, Konstantinopel-Turki, dan Lhasa-Tibet.


  
BAB IV
PENUTUP
Ø  Umat Islam melaksanakan ibadah umrah sebagai bentuk napak tilas atas Nabi-Nabi terdahulu dan juga untuk memaknai perjalanan dan kegiatan yang dilakukan selama di kota suci. Begitu pula dengan ibadah haji. Umrah dan haji ini dikategorikan sebagai bentuk ibadah yang paling sempurna.
Ø  Rasulullah pernah melakukan ibadah shalat dengan kiblat 2 arah yaitu ke Yerussalem dan Makkah. Kemudian berdasarkan beberapa pertimbangan akhirnya kiblat dipindahkan dan ditetapkan ke arah Makkah. Perpindahan kiblat itu memiliki makna yang jauh lebih banyak. Perubahan kiblat itu merupakan perintah dari Allah sebagai penyempurnaan agama yang terakhir bagi umat manusia dan menyatakan Ka’bah di Makkah sebagai pusat dunia serta agamanya.
Ø  Ziarah makam diperbolehkan selama tidak dengan tujuan mengagung-agungkan makam, melainkan hanya sebagai bentuk perenungan atas kematian. Begitu pula ziarah ke makam Rasulullah, dengan mengucapkan shalawat sebagai bentuk terima kasih kita kepada Rasulullah sehingga kehidupan umat manusia saat ini lebih baik.
Ø  Di dunia ini terdapat kota-kota suci, diantaranya adalah Makkah, Madinah, Yerussalem, Vatican, Betlehem Israel, (Benares) India, Lopburi-Nepal, Konstantinopel-Turki, dan Lhasa-Tibet. Kota-kota tersebut memiliki latar belakang peristiwa yang terjadi pada zaman dahulu. Yerussalem bahkan menjadi kota suci bagi tiga agama, yaitu Islam, Kristen, dan Yahudi yang menunjukkan adanya kesinambungan antar agama.
Ø  Banyak pengalaman pribadi yang mengesankan dan inspiratif yang diperoleh seseorang saat melaksanakan perjalanan ibadah umrah dan haji. Hal tersebut tentunya dapat kita maknai sebagai pelajaran hidup selama kita masih ada di dunia. 


download contoh skripsi